Sebelum sampai kepada jawaban dari
pertanyaan ini, sebenarnya ada pertanyaan lain, yaitu “Bolehkah kita
gonta-ganti madzhab atau, bolehkah menggabungkan berbagai madzhab?”
Secara umum, mayoritas ulama berpendapat
bahwa kita tidak wajib menetapi satu madzhab saja. Artinya, kita sah-sah saja
hari ini bermadzhab Syafii dan besok bermadzhab Hanafi, atau dalam sholat kita
menggunakan madzhab Maliki sedangkan dalam puasa kita mengikuti madzhab
Hanbali.
Setelah kita tahu hal itu, mengenai boleh atau tidaknya memilih
hukum-hukum yang ringan dari setiap madzhab, secara global ada 3 pendapat ulama:
1. Tidak
boleh
Alasannya karena hal
tersebut merupakan bentuk mengikuti hawa nafsu. Sedangkan syariat Islam
melarang yang demikian. Allah berfirman :
(( فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله ورسوله ))
“..Kemudian
jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah hal itu
kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya)..” (QS. An Nisa : 59)
Dengan ini, maka suatu
permasalahan yang sedang dalam perselisihan -kebetulan satunya mudah, sedangkan
lainnya sulit- tidak boleh dikembalikan kepada hawa nafsu, melainkan harus
kepada syariat. (Imam Ghozali, Ulama madzhab Hanbali dan yang paling shohih
diantara beberapa pendapat ulama madzhab Maliki).
2. Boleh
Alasannya karena kita
sah-sah saja mengambil yang mudah selama masih dalam koridor yang
diperbolehkan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata :
"...وَمَا
عُرِضَ عَلَيْهِ أَمْرَانِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا أَخَذَ
بِأَيْسَرِهِمَا إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَأْثَمًا فَإِنْ كَانَ مَأْثَمًا كَانَ
أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ"
“..Dan tidaklah
beliau dihadapkan pada dua hal, salah satunya lebih mudah dari satunya lagi,
melainkan beliau pasti memilih yang termudah diantara keduanya, kecuali jika
yang termudah itu merupakan perbuatan dosa. Jika merupakan perbuatan dosa,
beliau adalah orang yang paling jauh darinya. (HR.Bukhari dan Ahmad)
(Pendapat yang
unggul dalam madzhab Hanafi, sebagian ulama madzhab Maliki dan mayoritas ulama
madzhab Syafii)
3. Harus memilih yang unggul diantara pendapat para mujtahid
Alasannya ialah karena
perbedaan pendapat para mujtahid bagi para muqallid (penganut madzhab) diposisikan sebagai
dalil-dalil yang saling bertentangan. Saat ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits
adalah dalil bagi para mujtahid dalam berpendapat, pendapat mereka sendiri
posisinya adalah sebagai dalil bagi para muqallid. Sehingga jika para mujtahid
berbeda pendapat, hal itu bagi para muqallid sama saja dengan pertentangan
antara suatu dalil dengan dalil lainnya. Maka dari itu, para muqollid harus
memilih mana yang rajih (yang lebih condong pada kebenaran) diantara pendapat-pendapat para mujtahid sebagaimana
para mujtahid melakukan hal itu terhadap dalil-dalil baik dari Al Quran maupun
As Sunnah. Pentarjihan oleh muqallid bisa dengan melihat mujtahid mana yang
lebih alim dalam agama, bisa dengan membandingkan dalil-dalil yang digunakan
para mujtahid dalam berpendapat, atau lainnya. (Imam Syathibi dan Ibnus
Sam’ani).
0 comments:
Post a Comment