Tuesday, August 19, 2014

Memilih Hukum Yang Paling Ringan dari Berbagai Madzhab

Bolehkah kita sebagai orang awam atau dengan kata lain ‘bukan mujtahid (ulama yang sudah pada tingkat mampu menetapkan hukum sendiri)' memilih hukum yang ringan-ringan saja dari berbagai madzhab?
Sebelum sampai kepada jawaban dari pertanyaan ini, sebenarnya ada pertanyaan lain, yaitu “Bolehkah kita gonta-ganti madzhab atau, bolehkah menggabungkan berbagai madzhab?”
Secara umum, mayoritas ulama berpendapat bahwa kita tidak wajib menetapi satu madzhab saja. Artinya, kita sah-sah saja hari ini bermadzhab Syafii dan besok bermadzhab Hanafi, atau dalam sholat kita menggunakan madzhab Maliki sedangkan dalam puasa kita mengikuti madzhab Hanbali. 
Setelah kita tahu hal itu, mengenai boleh atau tidaknya memilih hukum-hukum yang ringan dari setiap madzhab, secara global ada 3 pendapat ulama:

1. Tidak boleh
Alasannya karena hal tersebut merupakan bentuk mengikuti hawa nafsu. Sedangkan syariat Islam melarang yang demikian. Allah berfirman :
 ((  فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله ورسوله  ))
“..Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya)..” (QS. An Nisa : 59)
Dengan ini, maka suatu permasalahan yang sedang dalam perselisihan -kebetulan satunya mudah, sedangkan lainnya sulit- tidak boleh dikembalikan kepada hawa nafsu, melainkan harus kepada syariat. (Imam Ghozali, Ulama madzhab Hanbali dan yang paling shohih diantara beberapa pendapat ulama madzhab Maliki).

2. Boleh
Alasannya karena kita sah-sah saja mengambil yang mudah selama masih dalam koridor yang diperbolehkan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
"...وَمَا عُرِضَ عَلَيْهِ أَمْرَانِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا أَخَذَ بِأَيْسَرِهِمَا إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَأْثَمًا فَإِنْ كَانَ مَأْثَمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ"
“..Dan tidaklah beliau dihadapkan pada dua hal, salah satunya lebih mudah dari satunya lagi, melainkan beliau pasti memilih yang termudah diantara keduanya, kecuali jika yang termudah itu merupakan perbuatan dosa. Jika merupakan perbuatan dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya. (HR.Bukhari dan Ahmad)
(Pendapat yang unggul dalam madzhab Hanafi, sebagian ulama madzhab Maliki dan mayoritas ulama madzhab Syafii)

3. Harus memilih yang unggul diantara pendapat para mujtahid
Alasannya ialah karena perbedaan pendapat para mujtahid bagi para muqallid (penganut madzhab) diposisikan sebagai dalil-dalil yang saling bertentangan. Saat ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits adalah dalil bagi para mujtahid dalam berpendapat, pendapat mereka sendiri posisinya adalah sebagai dalil bagi para muqallid. Sehingga jika para mujtahid berbeda pendapat, hal itu bagi para muqallid sama saja dengan pertentangan antara suatu dalil dengan dalil lainnya. Maka dari itu, para muqollid harus memilih mana yang rajih (yang lebih condong pada kebenaran) diantara pendapat-pendapat para mujtahid sebagaimana para mujtahid melakukan hal itu terhadap dalil-dalil baik dari Al Quran maupun As Sunnah. Pentarjihan oleh muqallid bisa dengan melihat mujtahid mana yang lebih alim dalam agama, bisa dengan membandingkan dalil-dalil yang digunakan para mujtahid dalam berpendapat, atau lainnya. (Imam Syathibi dan Ibnus Sam’ani).

0 comments:

Post a Comment